Kebenaran yang Bisu
Melihat kehadiran rombongan yang dipimpin Abu Dzar, Rasulullah SAW pun menyambut mereka dengan menyatakan: “Kabilah Ghifar telah diampuni oleh Allah” dan “Kabilah Aslam telah diberi keselamatan dan kesejahteraan oleh Allah”. Sedangkan secara khusus kepada Abu Dzar, Rasulullah SAW menyatakan: “Tidak akan pernah diketemukan di kolong langit ini seorang manusia yang sangat benar ucapannya, sangat tajam, dan sangat tegas dalam hal mengucapkan kebenaran kecuali Abu Dzar”.
Jika Rasulullah SAW yang menyatakan hal tersebut, tentu merupakan jaminan kebenaran apa yang telah dinyatakannya. Pertanyaannya, kenapa Rasulullah SAW harus menyatakan demikian secara khusus kepada Abu Dzar? Jawabnya, tidak lain karena Abu Dzar memiliki prinsip bahwa: “Kebenaran itu tidak boleh bisu, kebenaran yang bisu bukanlah sebuah kebenaran”.
Diakui atau tidak, prinsip yang telah teguh dijadikan prinsip hidup sosok sahabat Rasulullah SAW yang satu ini, kini sudah mulai pudar, lentur dan luntur oleh sebagian para penegak kebenaran seiring kehidupan yang hedonisme yang telah mengelilinginya. Padahal, menurut Abu Dzar, kebenaran harus berbicara, tampak dan dinyatakan serta tidak boleh dipendam atau disembunyikan.
Hal ini merupakan sebuah pelajaran berharga, karena saat ini tidak sedikit mereka yang membisu untuk menyatakan kebenaran, sehingga fungsi Al Qur’an sebagai Al Furqon (pembeda) mana yang haq dan mana yang bathil (QS. Al Baqarah,2:185) kini sudah sangat kabur karena bisunya orang-orang yang berilmu untuk menyatakan kebenaran.
Bagi Abu Dzar, kebenaran yang bisu bukanlah kebenaran, kebenaran itu harus terungkap walaupun untuk mengungkapkan kebenaran itu, beliau harus menebusnya dengan nyawa sekalipun.
"Wahai para penegak kebenaran, siapkah menyatakan yang haq itu haq dan yang bathil itu bathil dengan siap menerima berbagai macam risikonya?"
Komentar
Posting Komentar