Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

8 Tahun Sudah...

Gambar
Cinta... 8 tahun sudah kita bersama dalam sebuah kisah. Kita bermain dalam bayangan, bersuara dengan bahasa hati, berbagi suka dan duka. Kita tertawa, kita menangis, kita.... ah, semua tentang kita bagiku sangatlah indah. 8 tahun yang lalu kita bertemu tanpa sengaja, disaat hatiku sedang mempertanyakan arti cinta. Berawal dari rasa iseng ingin mengenal, pada akhirnya seiring berjalannya waktu menjadi rasa yang tak ingin hilang, rasa ingin selalu bersama. Kau dan aku barangkali adalah desah angin malam yang mengawal rasa menuju semesta. Kau membelainya dengan mesra, dan aku menuntunnya dengan cinta. Aku mengenalmu dari dirimu bukan siapa-siapa, hingga saat ini menjadi seseorang yang sangat luar biasa. Dirimu sangat luar biasa, bagiku, bagi keluargamu, bagi teman-temanmu, dan bagi sekitarmu. Entah darimana sifat malaikat ada padamu, sehingga dirimu begitu sempurna. Tapi.... 8 tahun kemudian semua berbeda. Kita menjadi jauh, tak saling mengenal, saling curiga, saling menuduh.

Aku Tertuduh

Gambar
Bahkan di antara yang hina, aku bukan pendosa Hanya salah arah, salah tujuan Bukan maksud mencela waktu Bukan salah eksistensinya Ah... Bahkan diam saja aku berdusta Tangis saja aku bersekongkol Dalam kisah aku pandai mengelabui Saat mendengarnya: Aku tertawa Aku tersinggung Begitukah waktu? Inikah maumu? Sekarang, aku tertuduh Dirimu menuduhku Padahal... Apa untungnya menyampaikan sebuah kepalsuan? Apa indahnya apabila kita mempermainkan sebuah kebenaran? Apa yang ingin kita raih andai kita justru menciptakan suasana yang tidak sesuai dengan harapan banyak orang? "Waktu, demikianlah kita menamainya tanpa pernah bisa menyentuh, apalagi memegang gagangnya untuk berhenti barang sejenak. Dia akan terus berlalu tanpa pernah pamit pada manusia, kecuali ada secuil kisah yang tersimpan dalam lembaran kertas, dibaca dan direnungi maknanya. Maka waktu biarlah terus berjalan, sementara kisah yang tersimpan dalam lembaran kertas itu bercerita, bagaimana waktu m

Ruang Tanpa Rasa

Gambar
Aku belum menemukanmu di satu waktu yang terencana Aku belum menemukanmu di satu tempat tertentu yang kita sepakati berdua Aku belum mampu menatapmu begitu dalam, seperti dua orang dewasa yang pantas dan siap untuk saling mendekap dan menggenap, serupa Adam dan Hawa yang mulanya ganjil dan kemudian genap Atau barangkali aku hanyalah ganjil yang menggigil di sudut waktu, dan kamu adalah ganjil yang terus-menerus memanggilku Namun, bukan karena aku tak mau menjawab panggilanmu, dan bukan maksudku tak mau bersegera mendatangimu Kita hanya dua insan yang tinggal di kotak kenang, yang hanya bisa saling menyapa lewat bayang-bayang, hanya bisa saling mengenang ditemani kunang-kunang yang riang Akankah suatu saat nanti kita adalah genap yang saling mendekap?

Bencilah Aku Semampumu

Gambar
Biar kubisikkan kau sesuatu Perihal suara yang senyap malam denyutkan, pada telinga-telinga daun enggan gugurkan Dan dari padanya, aku mengecup laut Bukan hari yang kauracik dalam pita tawa Menyelamatkan duka dengan sehelai air mata Sedang aku, butuh ribuan senja Untuk menawar lukaku dengan senyuman Bencilah aku, sebab mendung di kepalaku tak serupa milikmu Bencilah aku, sebab kata-kata tak selalu menuju pintu Bencilah aku, sebab anak-anak sungai yang  mengalir di mataku, selalu tahu ke mana mereka kan menuju Bukan angan yang kupeluk, ketika doaku tak lepas dari sajadah, yang menjadikan nyata cinta bukan sekadar pertemuan yang tak berjarak, semua yang kerap luput dari mata Dan dengarlah aku dengan suara malam paling bisu Ketika keikhlasan menjadikanku perempuan tabah, yang kerap menahan jarum di dadaku Namun cemasmu, mengikat langkahku yang tumpah Menjadikan mati rasaku kian berkuasa Engkau kan menjelma serupa awan pada pelangi yang kulukis terang, dan

Gelandangan...

Gambar
Rumahku di tepi jalan, berpagarkan keramaian dan beratapkan awan Menepiku disudut jalan, membuat sebuah harapan selurus jalanan yang menghitam Kerasnya dunia, membuat aroma khas tubuhku yang kusam, jauh dari bersih dan bersahabat dengan sisa-sisa Berangkat dari kisah kelam meski cita-citaku indah Tapi hanya ada dalam angan yang tak mungkin terkisahkan Kulangkahkan kakiku, menapaki setiap sudut kota Entah dimana ujung dan pangkalnya Aku tak berarah, aku sebatang kara Siapa yang peduli padaku? Semua membenciku! Aku berada dalam ketidakberdayaan Lemah dan terinjak-injak dalam barisan kaum materialistis Mereka menenggelamkanku...

Jangan Sombong!

Gambar
Saat amal menjadi benda mati tanpa keikhlasan Saat ilmu menjadi benda mati tanpa kesungguhan Maka yang ada dalam diri manusia hanyalah kesombongan Sombong akan banyak amal Sombong akan banyak ilmu Siapa peduli dengan ikhlas Hanya dunia yang kau ingin dapat Siapa peduli dengan kesungguhan Hanya kedudukan yang kau inginkan Mudah bagi Allah memberikan rahmat-Nya tanpa kau minta Mudah bagi Allah mencabut nikmat dari amal-amal yang kau bangga Lagi-lagi entahlah... Apa yang kau banggakan dari amalanmu yang tidak seberapa itu? hingga kau mampu angkuh terhadap saudara-saudaramu, bahkan kau mampu angkuh pada alam semesta dihadapanmu Belajarlah dari mentari, yang menekan segala kesombongannya, meski sanggup bermanfaat untuk alam semesta ini Bukan seperti kau yang baru bisa bermanfaat untuk segelintir manusia saja, sombongnya setengah mati!!!

Sister

Gambar
Tap… tap… tap Suara langkah kaki terdengar di ujung lorong kamar lantai dua, Inggrid dan saudarinya bersembunyi di balik selimut. Mereka saling berpeluk erat, tidak ada sesuatu apapun yang dapat memisahkan mereka. tidak juga keadaan malam itu, suara langkah kaki berat dari lorong meneror mereka berdua. “Kak, aku takut.” bisik Anggi dengan mimik ketakutan. Inggrid menggenggam tangan Anggi yang berkeringat, “tenang aja, selama kita gak bersuara dia gak akan tau kita di sini.” jawab Inggrid. “Gimana kalo dia udah tahu kita di sini?” Anggi menelan ludah. Inggrid mencengkeram wajah Anggi, matanya tajam menatap saudari kembarnya. “Jangan ngomong gitu, pokoknya dia gak tahu dan kita aman di sini.” Anggi masih ingin membantah kakaknya, tetapi ia sadar itu tidak akan membantu di dalam situasi yang sedang mereka hadapi. Suara langkah kaki di luar mulai menjauh, kini hanya sayup-sayup terdengar. “kira-kira Ayah dan Ibu tahu keberadaan orang itu gak, kak?” tanya Anggi lagi. “pasti t