8 Tahun Sudah...


8 Tahun Sudah...

Cinta...

8 tahun sudah kita bersama dalam sebuah kisah. Kita bermain dalam bayangan, bersuara dengan bahasa hati, berbagi suka dan duka. Kita tertawa, kita menangis, kita.... ah, semua tentang kita bagiku sangatlah indah.

8 tahun yang lalu kita bertemu tanpa sengaja, disaat hatiku sedang mempertanyakan arti cinta. Berawal dari rasa iseng ingin mengenal, pada akhirnya seiring berjalannya waktu menjadi rasa yang tak ingin hilang, rasa ingin selalu bersama. Kau dan aku barangkali adalah desah angin malam yang mengawal rasa menuju semesta. Kau membelainya dengan mesra, dan aku menuntunnya dengan cinta.

Aku mengenalmu dari dirimu bukan siapa-siapa, hingga saat ini menjadi seseorang yang sangat luar biasa. Dirimu sangat luar biasa, bagiku, bagi keluargamu, bagi teman-temanmu, dan bagi sekitarmu. Entah darimana sifat malaikat ada padamu, sehingga dirimu begitu sempurna.

Tapi.... 8 tahun kemudian semua berbeda. Kita menjadi jauh, tak saling mengenal, saling curiga, saling menuduh. Benang merah itu kini telah putus berurai, tak lagi terikat di jari kita berdua.

Kita pernah tinggal di semesta yang sama. Kita pernah berjelajah jauh mencari dan menyusuri makna arti cinta sesungguhnya. Kita pernah berada di titik yang sama. Tetapi kini, hati kita tak selalu sama, ada perbedaan di antara kita. Kau memilih untuk pergi di suatu malam. Sementara aku memilih untuk diam, sendiri, mengenang, dan larut dalam bait-bait puisi kelam. Aku akan memuntahkan segala rasa yang pernah ada di antara kita.

Selama ini, kau dan aku mesra bagai awan dan hujan, kita merasa hiasi langit dan suburkan bumi. Tetapi, kita terlambat menyadari bahwa hakikatnya saling meniadai. Ruang rasa adalah semesta rasa yang tak pernah terjamah oleh kita.

Jika saja kau pergi tanpa suara, mungkin aku takkan sesedih ini. Suaramu, tuduhanmu, vonismu, selalu mengikutiku. Sungguh, tak pernah terbesit dirimu bisa berkata seperti itu padaku. Engkau yang selama ini aku anggap sebagai semestaku, sebagai ujung hatiku, tiba-tiba menghempaskanku sampai ke dasar bumi. Hingga aku tak mampu berdiri, tak mampu melihat diriku sendiri pada cermin. Begitu jahatkah aku padamu? begitu hinanyakah diriku? hingga kata-kataku pun tak bisa jadi pembelaku.

Kisah kita adalah rasa, apakah selama 8 tahun tak ada rasa diantara kita? Selama ini kita berdua selalu memakai hati, saat ini ada dimana hatimu hingga kau tidak bisa merasakannya?

Aku mencintaimu sebagaimana aku mencintaimu. Itu saja, tanpa ada tambahan di belakangnya. Jika tangisku tak mampu redakan amarahmu, jika sedihku tak mampu hapuskan curigamu, maka biarkan saja. Aku rela terluka akan suaramu yang telah menjepit jantungku.

Mungkin ini saatnya aku harus merelakanmu, mengikhlaskanmu. Bukan menyerah, aku hanya ingin lepas dari jeratan yang perlahan membunuhku. Dan aku tak mampu menamai perasaan ini...

Komentar