Pita Biru Itu...


Pita Biru Itu...

Ada seorang gadis yang selalu mengenakan pita biru pada lehernya, tak peduli siang maupun malam, cocok ataupun tidak dengan pakaiannya, ia selalu mengenakan pita biru tersebut. Gadis itu bernama Jingga.

Ia memiliki teman akrab sejak kecil, ia bernama Hendra. Hendra hampir tak pernah melihat Jingga tanpa pita biru di lehernya.

Berkali-kali Hendra bertanya, berkali-kali pula Jingga menolak memberitahunya.

Waktupun telah berlalu, Hendra akhirnya melamar Jingga, lalu menikahinya.

Di hari pernikahannya itu Hendra kembali bertanya lagi pada istrinya yang cantik jelita itu, tentang pita biru di lehernya.

Sang istri terdiam sejenak, lalu dengan berlinang airmata ia menjawab:

"Kita sudah berbahagia selama ini, apakah ada bedanya..?"

Hendra berhenti bertanya semenjak saat itu.

Tahun demi tahun berlalu. Mereka berkeluarga dengan bahagia, dan di karuniai dua anak. Hingga pada suatu hari di hari ulang tahun pernikahannya, Hendra kembali bertanya lagi tentang pita biru di leher istrinya.

Sang istri lalu menjawab, "Engkau selama ini sudah bersabar. Bersabarlah sebentar lagi."

Hendra pun lalu mengiyakannya.

Akhirnya pada suatu ketika, sang istri jatuh sakit. Saat merawat istrinya, Hendra kembali menanyakan tentang pita biru itu. Sang istri lalu tersenyum dan berkata, "Baiklah, kau boleh melepas pita itu sekarang."

Dengan hati yang berdebar-debar dan perlahan-lahan, Hendra melepaskan pita biru di leher istri tercinta.

Dan bersamaan dengan jatuhnya pita biru itu ke lantai, kepala sang istri pun ikut menggelinding jatuh. Hendra kaget dan takut bukan kepalang. Sayup-sayup keluar suara dari mulut sang istri, yang kepalanya sudah tak lagi menyatu lagi pada badannya, "Inilah rahasiaku suamiku, aku menutupinya agar aku punya kesempatan untuk merasakan indahnya dunia ini, dimana hal itu tidak ada di duniaku. Karena rasa cintaku padamu, maka aku biarkan dirimu mengetahuinya. Aku tidak tega melihatmu selalu bertanya, gelisah, dan penasaran atas pita biru itu. Jika saja engkau mau terus bersabar dan tak mempermasalahkan pita biru itu, pasti saat ini aku masih bersama dirimu dan anak-anak kita. Selamat tinggal suamiku, terima kasih atas kebahagiaan yang telah kamu berikan padaku selama ini. Maafkan aku yang harus pergi dengan cara ini. Aku mencintaimu dan anak-anak..."

Setelah itu suasana menjadi hening, tubuh Jingga pun kaku dan dingin. Jingga pergi meninggalkan Hendra dan kedua buah hati mereka untuk selama-lamanya.

Hendra pun menyesal, kenapa dia tidak bisa bersabar lebih lama lagi, mengapa dia mempermasalahkan pita biru dileher istrinya. Selama ini Jingga sudah menjadi istri dan ibu yang baik, tidak ada kekurangannya. Jika saja ia tetap bersabar dan tak bertanya, pasti istrinya saat ini masih tetap bersamanya.

Sepeninggal Jingga, Hendra pun hidup sendiri bersama kedua anaknya. Dia pun berjanji tidak akan mengumbar rasa ingin tahunya seperti dulu lagi. Kebenaran pasti akan terungkap pada waktunya, tanpa perlu terus dipertanyakan.

“Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”

Komentar