Kata Tanpa Suara (Tembang Hati)
Hujan tiada henti hari ini
Seolah langit membaca kisahku
Tetes air membasahi wajah ini
Seolah ingin membalut hati yang sedang pilu
Petir menggelegar dengan gagahnya
Menantang amarah yang membara
Duhai hujan... berhentilah sejenak aku memohon,
agar aku bisa bernapas karena diri ini terlalu letih,
memayungi jiwa yang sedang risau,
risau pada seseorang yang jauh disana,
disana didunia yang tak terjamah oleh angan,
anganku yang mencoba terbang tinggi,
tetapi terhempaskan begitu kuat olehnya
Wajahmu di langit, aku tak bisa menatapnya
Napasmu di udara, aku tenggelam
Dunia meninggalkanku, matahari pun menghilang
Aku tak bisa pergi, dan aku pun tak bisa tinggal
Ini karma atau takdir?
Kenapa cinta selalu pergi
Mungkin tak ada tulang rusuk seorang pria padaku,
hingga cinta selalu menjauh
Berharap bumi menelan, tapi napas masih mengikat
Menangis mengiba agar bisa melupakan, tapi ingatan tak mau
Hanya bisa merangkai kata tanpa suara dalam keheningan ini
Bayangan hitam menemani
Tembang kepedihan mulai didendangkan
Lebih gelap daripada malam, lebih dalam daripada jurang
Hati menganga luka tak tersentuh cinta
Telah habis separuh napasku untuk tangisimu,
dan dirimu tak jua mengerti dan pahami cintaku
Harusnya kita tak butuh bahasa verbal,
karena cinta sejati memakai bahasa hati
Maaf, aku tidak pahami semua logikamu
Seolah langit membaca kisahku
Tetes air membasahi wajah ini
Seolah ingin membalut hati yang sedang pilu
Petir menggelegar dengan gagahnya
Menantang amarah yang membara
Duhai hujan... berhentilah sejenak aku memohon,
agar aku bisa bernapas karena diri ini terlalu letih,
memayungi jiwa yang sedang risau,
risau pada seseorang yang jauh disana,
disana didunia yang tak terjamah oleh angan,
anganku yang mencoba terbang tinggi,
tetapi terhempaskan begitu kuat olehnya
Wajahmu di langit, aku tak bisa menatapnya
Napasmu di udara, aku tenggelam
Dunia meninggalkanku, matahari pun menghilang
Aku tak bisa pergi, dan aku pun tak bisa tinggal
Ini karma atau takdir?
Kenapa cinta selalu pergi
Mungkin tak ada tulang rusuk seorang pria padaku,
hingga cinta selalu menjauh
Berharap bumi menelan, tapi napas masih mengikat
Menangis mengiba agar bisa melupakan, tapi ingatan tak mau
Hanya bisa merangkai kata tanpa suara dalam keheningan ini
Bayangan hitam menemani
Tembang kepedihan mulai didendangkan
Lebih gelap daripada malam, lebih dalam daripada jurang
Hati menganga luka tak tersentuh cinta
Telah habis separuh napasku untuk tangisimu,
dan dirimu tak jua mengerti dan pahami cintaku
Harusnya kita tak butuh bahasa verbal,
karena cinta sejati memakai bahasa hati
Maaf, aku tidak pahami semua logikamu
Dimana hujanmu adinda..
BalasHapusKan kukirimkan pelangi di tirai kelabunya
Agar langit bisa melihatmu tersenyum
Dan semesta pun menjadi tenang dengan bahagiamu
Duhai adinda...
Aku melihat senyum indahmu meski tersamar jarak
Laksana karang yang diterjang ombak kau selalu tegar
Apalah arti guyuran hujan? Aku yakin takkan mampu meruntuhkanmu
Bangunlah adinda..
Sajadah keemasan kuhamparkan menyambut sang fajar
Karena matahari pun ingin segera hadir memandang senyummu
Iringi hadirnya dengan doa dan sujud mu kepada Allah
Aku nantikan senyummu juga..
Disini di kota yang penuh nyali
Lembaran ini punya cerita yang tak sepenuhnya tertulis indah
Kata tanpa suara di sepertiga malam,memecah kesunyian,memenuhi separuh jiwa yang hilang
Menemani hingga rusuk itu menemukan raga yang sejati